JOGJA in my life


Daerah Istimewa Yogyakarta, sesuai dengan namanya daerah ini memang istimewa. Setiap orang yang pernah tinggal disana pasti punya segudang cerita indah tentang kota ini. Begitu juga dengan saya, yang punya kenangan tak terlupakan dengan kota budaya ini.
Cerita ini diawali pada pertengahan bulan juli, beberapa hari setelah ulang tahunku yang ke 17. Berawal dengan hati galau dan bingung mau kuliah dimana setelah tidak lolos seleksi tes masuk perguruan tinggi akhirnya aku mendaftar di kampus yang beralamat di kompleks balapan di jalan kalisahak. Masuk kampus ini bukanlah keinginanku tapi ini adalah alternatif agar waktuku tak percuma sembari menunggu tes masuk perguruan tinggi tahun selanjutnya. Tapi tak kusangka, dengan awal yang setengah hati berada di sini aku  justru menemukan apa yang aku cari.
Sebuah suasana kuliah yang tidak akan ditemukan di kota manapun adalah suasana kuliah di kampus-kampus jogja. Jogja miniatur Indonesia, semua orang Indonesia dari pelosok negeri ini semua berkumpul mencari ilmu di sini. Di sini aku bertemu dengan parang=orang dari Papua hingga Aceh, dengan ragam budaya yang mereka bawa dari daerah asal mereka. Dari logat Papua sampai logat Cilacap semuanya ada di sini.
Dari sekian ribu mahasiswa dari seluruh Indonesia, aku bertemu dengan orang-orang terpilih yang boleh masuk ke dalam jalan cerita utama hidupku. Mereka adalah orang – orang terseleksi yang tahan dengan bacotanku, cacianku, makianku, kata-kata kotorku, tingkahku dan semuanya tentang aku. Hari demi hari berlalu di kampus kecil ini dengan bahagia. Sampai menjelang ulantaunku yang ke 18 aku harus bersiap meninggalkan mereka.
Aku ikut tes seleksi masuk perguruan tinggi  untuk yang kedua kalinya, aku sebenarnya sangat ingin berada di kota ini namun ketika pengumuman tiba, takdir berkata lain. Aku harus pindah dari kota ini. Satu hari setelah ulangtaunku yang ke 18, hari dimana aku mendapatkan kado terindah selama 18 tahun aku hidup, dan hari paling menyedihkan selama 18 tahun aku bernafas.
pertemuan pertama kita

foto botak kita
foto siap mati kita

lapangan kita

saat kita mancing bareng

kebersamaan dibalik kesederhanaan kita

Singkat cerita akhirnya aku pindah ke kampus yang baru yang berada di salah satu kota terpanas di Jawa. Hari-hari yang aku alami di sini masih normal-normal saja. Matahari masih terbit dari timur dan terbenam di barat, api masih terasa panas dan es masih terasa dingin. Dibalik semua kenormalan itu ada sesuatu yang hilang, sesuatu yang tidak aku dapatkan di sini.
Rasanya kuliah di kampus baru, dengan suasana yang lebih baik, seharusnya aku merasa bahagia, namun kebahagiaan itu entah dimana. Yang ngajar waktu kuliah masih dosen dan yang ngajar waktu praktikum masih asisten. Tapi aku tidak menemukan siapa yang menemaniku waktu kuliah, yang berjuang bersamaku waktu praktikum. Aku kehilangan sahabat-sahabat terbaikku, terpisah dengan jarak 112 km seolah menjadi jarak terjauh di dunia ini. Meski sebenarnya dengan jarak 112 km dapat di tipiskan dengan hanya sekian milimeter dari layar handphone, tetap saja jarak itu tetaplah jauh sejauh hari ini dan kemarin.
Sahabatku, aku di sini sangat merindukanmu. Aku rindu saat kita tertawa bersama main kartu remi sambil coret-coretan pak bedak hingga malam tak terasa malam. Aku sangat rindu dimana kita bisa tertawa lega tanpa ada beban dibalik tawa kita, aku sangat rindu ketika kalian datang kerumahku dan mancing bersama, aku sangat rindu ketika kalian mengganggu tidur malamku mau mencontek tugasku, aku sangat rindu ketika kalian berusaha menelfonku membangunkanku dan memberitahuku bahwa aku nyaris ditinggal rombongan bis. Aku sangat rindu ketika kita stres ngerjain laporan dan main ke malioboro sambil rokok rame-rame,
Andai kau tau kawan, jika saja aku tau akhirnya jadi seperti ini, aku akan memilih tetap bersama kalian disana, dengan semua kesederhanaan yang kita miliki, dengan semua keterbatasan yang kita miliki, dengan segala loyalitas dan kepedulian kita. Tapi kawan, inilah pilihanku, aku harus bisa menanggung konsekuensi dari pilihanku sendiri. Meski aku harus menahan rindu dan kehampaan hidupku tanpa kalian.
Kawan, dengan kekuatan rindu ini aku hanya berharap bahwa dengan 112 km jarak pemisah kita, kita tetap saling peduli, kita masih memegang teguh impian-impian kita. Aku sangat berharap dengan kekuatan impian kita, kelak satu haru nanti kita akan berkumpul kembali dengan membawa anak istri kita, dengan membawa mobil-mobil kita, dengan membawa perusahaan perusahaan kita, dan dengan membawa ikatan batin kita.

Kawan, biar lah 112 km pemisah raga kita menjadi penghalang kita saat ini, kelak satu hari nanti kita akan kembali lagi dengan cerita kesuksesan kita asing-masing, See you POOKILS 

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »