Punya banyak
teman itu kadang menyenangkan, tapi dari sebagian banyak teman yang dimiliki
hanya sebagian saja yang bisa di sebut benar benar teman. Sejenis sahaba,
begitulah mereka bilang. Secara alamiah melalui perjalanan hidupnya akan secara
otomatis akan terseleksi dan terpilihlah teman yang layak dipertahankan dan
diperjuangkan. Intinya orang mempunyai kemampuan untuk mengontrol siapa yang
layak jadi temannya dan siapa yang tidak layak. Tapi bagaimana dengan teman dan
cinta?
Secara alami
cinta datang mengalir begitusaja, tanpa dipaksa, dan juga tanpa bisa memilih termasuk
mencintai sahabatmu sendiri. Mungkin ini yang seringkali menjadi dilemma dalam
persahabatan lawan jenis. Kurasa bukan hanya aku yang terjebak dalam hubungan
yang menyebalkan seperti ini. Apakah kamu juga? Jika iya, tau sendiri kan
betapa tidak enaknya terjebak dalam hubungan semacam ini. Jika tidak bisa
menahan diri dan melakukan kecerobohan, orang yang tadinya sangat akrab bisa
jadi saling asing, seolah tak mengenal. Itulah resiko terburuk yang harus
diterima jika tetap nekat mengikuti kata hati tanpa strategi yang pasti. Tapi,
meski seperti itu ada sisi baik yang bisa diharapkan. Bisajadi pasangan yang
berawal dari hubungan persahabatan berujung ke pelaminan.
Indah bukan?
Tapi jika kamu benar benar menjadi tokoh utama dalam kisahnya keindahan itu
berat pengorbanannya. Yang pasti dikorbankan adalah perasaanmu, harus kuat-kuat
menahan diri dan mengikuti logika, menimbang resiko yang harus diterima. Meski sebenarnya
terlalu mendengarkan logika itu menyiksa hati, aka nada saatnya suatu hari
nanti hati yang akan berbicara. Simpan saja rasa itu jika memang belum mampu
untuk membuktikannya, ya, membuktikan bukan mengatakan.
Ada yang
lebih menyedihkan daripada sekedar memendam rasa, itu ketika ternyata temen
sepermainanmu juga suka sama sahabatmu. Dimanakah posisimu harus berada? Jika aku
lebih memilih untuk menyembunyikan rasa itu, bersikap biasa saja dengan
sahabatku ataupun temanku itu. Nggak enak memang rasanya hidup dengan topeng,
tapi menurutku itu jalan yang terbaik jika memang sahabatku itu adalah jodohku,
aku tak perlu khawatir kehilangan dia.
Berat memang
harus mendamaikan logika dan hati. Logikaku berkata. “Simpan saja rasamu itu, nyari
Sahabat itu jauh lebih susah daripada sekedar cari pacar”.
Hatiku berkata
“please, ungkapkan saja aku tak tahan harus memendamnya lebih lama lagi”.
“jangan
bodoh, menemukan orang yang mau terus bersamamu tanpa alasan itu susah”
“hei
logika, kamu tak pernah tau betapa menyakitkannya diposisi seperti ini”
“jangan
ikuti katahatimu itu, jika kamu mengungkannya terus apa yang akan kamu lakukan
setelah itu?”
“Aku tak
tau”
“itulah
betapa bodohnya kamu wahai hati, bertinda tanpa rencana yang pasti. Dia pasti
akan memilih orang yang memberikan kepastian, bukan hanya sekedar harapan!”
“mungkin
sebaiknya seperti itu, tak apa aku menahan pedih ini untuk sementara untuk
bahagia yang lebih lama”
Dan akhirnya
logikaku memenangkan perdebatan itu. Jadi teringat kata bijak dari Dua Dunia
episode 7 September 2012. “Wahai saudaraku, kekuatanmu bukanlah untuk
mengalahkan musuhmu (dalam hal ini temen ku yang juga suka sama si Dia), tapi
untuk mengalahkan musuh yang ada di dalam hatimu”.
“akal
adalah tempat berfikir, tapi kelemahan akal tidak bisa membedakan mana yang
baik dan mana yang buruk hatilah yang dapat membedakannya”