Hampir semua anak pertama menjadi harapan terbesar bagi
orangtua, para orangtua sering mengatakan kepada anak pertamanya, “nak kelak
kamu harus menjadi orang yang berhasil, orang yang baik (......), agar bisa
menjadi contoh dan teladan bagi adik-adikmu”. Saya yakin hampir semua anak
sulung pernah diberi wejangan seperti ini oleh orangtuanya. Secara tidak
langsung wejangan-wejangan semacam itu terpatri di dalam hati dan menjadi
sebuah motivasi untuk terus maju dan mempersembahkan yang terbaik.
Iya memang, kebanyakan anak pertama memiliki pemikiran yang
lebih maju, lebih terbuka, lebih mandiri dibanding yang lainnya. Ya memang tak
lain karena ada harapan besar di dalam dirinya yang membuatnya harus menjadi
yang terbaik. Ini lah yang membuat anak pertama itu spesial, dia bisa menjadi
lebih dewasa pemikirannya daripada usia sebenarnya. Dia bisa mengambil
keputusan-keputusan besar di dalam hidupnya tanpa campur tangan orangtua.
Ada sebuah kisah tentang betapa spesialnya anak pertama,
entak ini fiksi atau nyata tapi saya yakin ada cerita semacam ini di kehidupan
nyata. Mungkin anda pernah mendengar atau membacanya. Alkisah pada sebuah
pesawat terdapat ibu-ibu paruh baya yang ingin mengunjungi anaknya di luar
negeri, dia duduk disamping pemuda yang cukup kepok dengan orang lain hingga
terjadilah percakapan Siantar keduanya. Sang pemuda ini bertanya kepada ibu-ibu
itu, “ibu mau ke mana? Kok sendirian?”. “saya
mau mengunjungi anak ketiga saya di Singapura”, jawab ibu itu singkat. Jawaban ibu
itu membuat sang pemuda semakin kepo dan terjadilah perbincangan serius di
antara mereka. Pemuda :“anak ibu kerja di sana?”
Ibu : “iya, anak saya menjadi dokter di sebuah rumah sakit
di sana.”
Pemuda : “wah hebat dong bu, terus bagaimana dengan anak ibu
yang lainnya?”
Ibu : “anak kedua saya, menjadi seorang dosen di perguruan
tinggi negeri yang ada di Jakarta”
Pemuda : “hebat ibu bisa mendidik mereka dengan baik hingga
sukses-sukses, bagaimana dengan anak
pertama ibu?”
Ibu : “anak pertama saya, dia hanya seorang petani di desa. Sekarang
dia sudah berkeluarga dan mempunyai
anak”
Pemuda : “ibu pasti kecewa dengan anak pertama ibu?”
Ibu : “tidak nak, ibu justru bangga dengan dia, karena dia
lah yang sudah menyekolahkan adik- adiknya
dan merelakan pendidikannya. Karena dia adiknya bisa menjadi seorang Dosen, Dokter dan seperi sekarang ini”
dan akhirnya sang pemuda hanya terdiam dan tersentuh hatinya mendengar cerita ibu tadi.
dan akhirnya sang pemuda hanya terdiam dan tersentuh hatinya mendengar cerita ibu tadi.
Tanpa memandang sisi realita atau fiksi belaka, kita bisa
dengan mudah menemukan kisah seperti di atas dalam kehidupan nyata. Dari kisah
tersebut, dapat menggambarkan betapa spesialnya anak pertama. Dia rela
mengorbankan kebahagiaannya demi adik-adiknya. Ini adalah sebuah keputusan
besar dalam hidup yang tak mudah untuk diambil. Ketika semua orang berfikir dan
bertindak agar masa depannya cerah, dia justru bertindak agar masadepan adiknya
cerah.
Kedewasaan berfikir dan bertindak seorang anak sulung memang
suatu kelebihan yang belum tentu dimiliki oleh yang lain. Bagi anda yang
dilahirkan sebagai anak pertama, jangan pernah merasa dan menganggap
wejangan-wejangan yang diberikan oleh orang tua sebagai sebuah tanggung jawab
dan menjadi beban. Jadikan itu sebagai motivasi bahwa anda dilahirkan menjadi
seorang pemimpin dan contoh bagi adik-adik anda. Meski berat tapi ketika suatu
hari nanti anda berhasil menunjukkan dan membuktikan keberhasilan anda dan
menjadi contoh bagi adik-adik anda, semua keringat dan air mata yang telah anda
korbankan akan tergantikan dengan senyum kebahagiaan, bahwa anda sanggup dan
bisa mengemban amanah dan tanggung jawab untuk menjadi contoh bagi adik-adik
anda.