Bosen sama
rutinitas kuliah yang gitu-gitu aja, ditambah dengan stress harus menyelesaikan
tugas kuliah, laporan dan praktikum yang begitu membebani. Disemester ganjil
seperti ini kuliah memang terasa cukup berat, buat kamu yang anak teknik pasti
tau sendiri gimana “nerakanya” semester ganjil. Buat mengusir kejenuhan kuliah sesekali
meluangkan waktu buat refreshing boleh lah. Singkat cerita pas lagi
suntuk-suntuknya sama perkuliahan ada yang ngajakin naik gunung. Kebeneran
banget lagi butuh refreshing. Langsung aja gass ga pake basabasi.
Awalnya ada
8 orang yang mau ikutan naik gunung, tapi satupersatu berguguran karena alasan
ini dan itu. Padahal mereka yang ngajakin dan mereka juga yang milih tanggal.
Bilang ja ga niat dari awal gausah PHP-in. Tapi meski rencana mau naik gunung
hampir jadi wacana tapi akhirnya tetep jadi juga. Tinggal tersisa 2 orang, 2
dari Semarang dan sisanya dari Jogja. Dengan jumlah cowok dan cewek yang
seimbang, Semoga nggak terlalu repot nantinya, ngajakin cewk buat naik gunung
itu kadang memang menjadi penyemangat dan kadang juga menjadi beban.
Dua orang
yang dari Jogja itu semuanya cewek, yang satu temen SMa yang satunya entah
siapa. Dua orang yang dari semarang itu aku sendiri dan temen sejurusanku.
Ngomong-ngomong soal jurusan, pendakian kali ini cukup menarik soalnya jurusanku
dan jurusan mereka yang dari Jogja merupakan jurusan yang saling berhubungan. Seperti
kakak adik gitu mungkin. Aku dari geologi dan mereka dari geofisika.
Sebelum
melakukan pendakian, seperti biasa persiapan dulu, mulai dari logistik, pakaian
ganti, jaket, ponco cadangan, camping set, sampe P3K. nggak lupa juga cek
ramalan cuaca pas hari H pendakian, untuk mengecek ramalan cuaca ini sekarang
gampang kok cukup liat di website aja, tentukan hari dan lokasi, kalo mau
detail cek juga ramalan tiap jamnya. Dari website freemeteo ternyata pas hari H
cuacanya kurang bersahabat untuk pendakian, hujan sepanjang hari. Tapi apa
boleh buat udah terlanjur buat janji ya lanjut aja. Meski beresiko, untuk
antisipasi, persiapan yang mendetail wajib dilakukan demi kelancaran pendakian.
Hujan
buatku nggak terlalu masalah buat pendakian selama sudah mengantisipasinya
dengan baik, dengan ramalan cuaca seperti itu semuanya dipersiapkan dengan
detail dan mungkin sedikit berlebihan. Sampe barang sekecil peniti pun dibawa.
Namanya juga jaga-jaga buat keamanan dan kenyamanan selama pendakian. Bungkus barang
bawaan dengan kantong tahan air juga penting, biar nggak sia-sia udah bawa
bawaan banyak tapi nggak berguna. Rasanya agak berlebihan memang, tapi itu
semua biar nggak kedinginan nanti pas diatas.
Hari H,
dari semarang sengaja berangkat pagi biar nggak keujanan, soalnya berdasarkan
ramalan cuaca, jam 10-11 disana sudah hujan. Dan ternyata ramalannya bener, Jam
10 baru masuk wilayah Kabupaten Boyolali, langit sudah mendung. Biar pas nyampe
basecamp nggak keujanan, kami putuskan untuk mencari jalur tersingkat
menggunakan Google Maps.
Kamipun berhasil
menemukan rute tersingkat menuju Selo, basecamp pendakian yang kami pilih. Tapi
ternyata menggunakan google maps bukan pilihan yang bijak. Rute yang kami
lewati sangat asing, masuk perkampungan, leat bukit-bukit yang naik turun
ditambah jalan yang seperti sungai surut. Kamipun menyesal sudah percaya
begitusaja dengan Google Maps, jika diukur jaraknya secara geografis memang
terlihat jauh lebih singkat daripada harus lewat Ampel ataupun lewat Kota
Boyolali.
Saran,
jangan percaya begitu saja dengan kemudahan Google maps, Google Maps yanya
mengetahui rute tersingkat tapi tidak mengetahui bagaimana kondisi medan,
estimasi waktu yang diperkirakan juga hanya estimasi tanpa memperhatikan
parameter kemacetan, kondisi jalan, dan ramainya laluintas.
Rintangan tak
hanya sebatas itu, motorku juga mengalami sedikit trouble, setelan suspense belakang
yang di setting untuk satu orang atau dua orang tanpa beban tambahan ( terlalu
empuk) mengakibatkan ban belakang beradu dengan bodi motor. Melewati medan
berbatu seperti itu dan setelan suspense yang empuk sudah mutlak arm belakang
motor bakal berayun bebas sampai keluar orbitnya. Sebagi pencegahan untuk
dampak yang lebih fatal terpaksa beban belakang dikurangi (yang bonceng turun,
jalan kaki) sambal cari rute yang mungkin lebih baik dengan nanya-nanya ke
warga local. Tapi sialnya rute ini hanya satu-satunya, kalau mau yang lebih
baik harus putar balik. Yang sedikit melegakan, sebentar lagi jalannya udah
bagus didepan. Cukup melegakan, tapi medan semakin berat. Berhubung sudah
terlanjur mau gimana lagi tetep lanjut, mutar balik juga bukan pilihan yang
baik.
Setelah
melakukan perjalanan dengan jarak singkat namun terasa sangat jauh akhirnya
kami tiba di Selo. Sebelum ke basecamp kita janjian dulu di
sebuah masjid di samping polsek Selo, sengaja janjian di tempat ini biar nggak
ribet, biar kalo ada logistic yang kurang bisa di beli di pasar atau toko dulu.
Pas nyampe di lokasi janjian trnyata mereka udah nyampe duluan, wajar memang
secara Jogja - Selo lebih deket dan lebih mudah di akses daripada Semarang Selo.
Abis sholat
dzuhur kami langsung menuju ke basecamp pendakian, ternyata Selo ada jalur
baru, setelah berdiskusi sebentar kami memutuskan untuk mencoba jalur baru.
Karena jalur lama cukup membosankan untukku. Lokasi basecamp baru dan basecamp
lama tidak terlalu jauh. Jalur basecamp ini sebenarnya searah dengan jalur ke
bukit Selo. Setelah registrasi, sedikit pemanasan dan berdoa kami langsung gass
aja.
Kalo dari
tracknya sebenernya nggak terlalu beda jauh dengan track selo yang jalur lama,
tapi katanya disini lebi singkat. Awal traking disuguhi oleh pemandangan lembah
merapi merbabu yang cukup indah, kanan kirinya pperkebunan tembakau, dari sini
kecamatan selo terlihat dengan jelas. Sedikit berbeda dengan jalur lama yang
baru masuk langsung disuguhi hutan pinus. Kalo disuruh milih aku lebih suka
trak yang hutan pinus soalnya lebih adem dan menenangkan.
Pas kami
kesana kebeneran pas ada acara gasstrak nasional jadi gak ramai degan
motor-motor cross yang bikin ngiri. Kami juga harus menepi ketika para crosser
melintas, cukup merepotkan memang tapi taka pa demi kenyamanan bersama.
Dari basecamp
tracknya naik-naik terus, kondisi jalan juga berubah dari jalan beton menjadi
jalan tanah. Kabut mulai turun ketika baru sampe di Bukit Selo, turunyya kabut
biasanya pertanda akan hujan. Berhubung belum hujan jadi tetep lanjut. Hujan
tiba tiba datang dengan deras setelah beberapa meter memasuki hutan pinus.
Ramalan cuacanya tepat, di atas jam 12, Selo akan diguyur hujan. Tidak masalah
dengan hujan, aku sudah mempersiapkan diri ketika menghadapinya.
Aku dan
temenku dari semarang tidak terlalu kwalahan dengan datangnya hujan. Tapi temen
baru yang barusaja kami kenal cukup kwalahan menghadapi hujan, maklum ini
mungkin pendakian pertamanya. Dia salah bawa ponco, yang dia bawa ponco motor
model baju, memang akan melindungi diri dari hujan, tapi bagaimana dengan
barang bawaan. Cover bag takkan cukup melindungi barang bawaan. Untung saja aku
bawa ponco cadangan buat melindungi carier yang dia bawa. Problem solved.
Karena
hujan trlalu deras kami memutuskan untuk intirahat dulu, sambil menunggu hujan
agak reda. Kami membuat bifak darurat menggunakan ponco, sambal menikmai
biscuit dan memper akrab suasana. Daritadi jalan dan sedikit ngobrol-ngobrol
sebenernya kami belum terlalu kenal dengan anggota baru ini.
Oh ya belum
dikenalin, temenku yang dari Semarang namanya Iqbal, meski badannya kecil tapi
ototnya otot kuli. Kalo dikasih barang bawaan yang berlebih nggak masalah buat
dia ha.ha
Temen SMA
ku yang dari Jogja namanya Dilah, meski badannya kecil tapi otaknya besar.
Temennya Dilah
namanya Tris, meski baru pertama muncak bareng tapi sepertinya dia cukup
tangguh.
kiri ke kanan. Dilah, Iqbal, Tris |
Hujan agak
mereda, kemudian kami melanjutkan perjalanan. Medan yang dilalui semakin berat,
jalan tanah berpasir, kadang berlumpur, sering juga harus merangkak melewati
tanjakan-tanjakan curam yang licin terkena air. Rasanya kaki semakin berat
untuk melangkah, beban yang dibawa dipindak juga terasa semakin berat. Namun
ternyata si Tris yang keliatan baru pertama naik gunung memiliki fisik yang
kuat. Ketika yang lain kelahan dia masih jalan terus dan memimpin perjalanan.
Si Dilah yang dulu pas naik Sumbing fisiknya cukup kuat ternyata dia tak sekuat
waktu itu, berkali kali minta istirahat. Begitupun aku, gara-gara udah jarang
olahraga fisik jadi semakin lemah.
Iqbal : gass gan... |
Oh ya belum
dikenalin, temenku yang dari semarang namanya Iqbal, temen SMA ku yang dari
jogja namanya dilah dan temennya namanya tris. Aku Iqbal dan dilah sebenernya
pernah mendaki bareng dan sudah saling kenal. Tapi buat tris karena dia orang
baru kalo ngobrol kadang kurang nyambung.
Hujan agak
mereda, kemudian kami melanjutkan perjalanan.medan yang dilalui semakin berat,
jalan tanah yang naik cukup berat untuk dilewati dengan membawa beban berat. Namun
ternyata si tris yang keliatan baru pertama naik gunung memiliki fisik yang
kuat. Ketika yang lain kelahan dia masih jalan terus dan memimpin perjalanan. Si
dilah yang dulu pas daki sumbing fisiknya cukup kuat ternyata dia tak sekuat
waktu itu, berkali kali minta istirahat. Ya nggak apa sih daripada dipaksakan
nanti malah merepotkan.
Hujan terus
menemani sampai lokasi camp yang berada di padang edelweiss sebelum watuprau.
Lokasi camp ini pemandangannya cukup bagus dan ideal. Soalnya pohon edelweisnya
tidak terlalu tinggi dan juga tidak terlalu rapat. Sehingga kami bisa
mendirikan tenda di sela-sela pepohonan untuk berlindung dari angin gunung
yang dingin.selesai bangun tenda hujan reda, menyisakan kabut tipis nan lembut. Meski dingin tapi senja di tempai ini tak boleh dilewatkan begitu saja.
Senja di kala itu |
Tenda kami, dibawah naungan Bunga Abadi |
Si Edelweiss yang mempesona, istimewa namun tidak boleh memetiknya |
Untuk
cerita selanjutnya nanti lanjut di part 2, udah hampir jam 1 malem mau bobo
dulu.