Jenuh kuliah - Pendakian Merbabu part 1

Bosen sama rutinitas kuliah yang gitu-gitu aja, ditambah dengan stress harus menyelesaikan tugas kuliah, laporan dan praktikum yang begitu membebani. Disemester ganjil seperti ini kuliah memang terasa cukup berat, buat kamu yang anak teknik pasti tau sendiri gimana “nerakanya” semester ganjil. Buat mengusir kejenuhan kuliah sesekali meluangkan waktu buat refreshing boleh lah. Singkat cerita pas lagi suntuk-suntuknya sama perkuliahan ada yang ngajakin naik gunung. Kebeneran banget lagi butuh refreshing. Langsung aja gass ga pake basabasi.
Awalnya ada 8 orang yang mau ikutan naik gunung, tapi satupersatu berguguran karena alasan ini dan itu. Padahal mereka yang ngajakin dan mereka juga yang milih tanggal. Bilang ja ga niat dari awal gausah PHP-in. Tapi meski rencana mau naik gunung hampir jadi wacana tapi akhirnya tetep jadi juga. Tinggal tersisa 2 orang, 2 dari Semarang dan sisanya dari Jogja. Dengan jumlah cowok dan cewek yang seimbang, Semoga nggak terlalu repot nantinya, ngajakin cewk buat naik gunung itu kadang memang menjadi penyemangat dan kadang juga menjadi beban.
Dua orang yang dari Jogja itu semuanya cewek, yang satu temen SMa yang satunya entah siapa. Dua orang yang dari semarang itu aku sendiri dan temen sejurusanku. Ngomong-ngomong soal jurusan, pendakian kali ini cukup menarik soalnya jurusanku dan jurusan mereka yang dari Jogja merupakan jurusan yang saling berhubungan. Seperti kakak adik gitu mungkin. Aku dari geologi dan mereka dari geofisika.
Sebelum melakukan pendakian, seperti biasa persiapan dulu, mulai dari logistik, pakaian ganti, jaket, ponco cadangan, camping set, sampe P3K. nggak lupa juga cek ramalan cuaca pas hari H pendakian, untuk mengecek ramalan cuaca ini sekarang gampang kok cukup liat di website aja, tentukan hari dan lokasi, kalo mau detail cek juga ramalan tiap jamnya. Dari website freemeteo ternyata pas hari H cuacanya kurang bersahabat untuk pendakian, hujan sepanjang hari. Tapi apa boleh buat udah terlanjur buat janji ya lanjut aja. Meski beresiko, untuk antisipasi, persiapan yang mendetail wajib dilakukan demi kelancaran pendakian.
Hujan buatku nggak terlalu masalah buat pendakian selama sudah mengantisipasinya dengan baik, dengan ramalan cuaca seperti itu semuanya dipersiapkan dengan detail dan mungkin sedikit berlebihan. Sampe barang sekecil peniti pun dibawa. Namanya juga jaga-jaga buat keamanan dan kenyamanan selama pendakian. Bungkus barang bawaan dengan kantong tahan air juga penting, biar nggak sia-sia udah bawa bawaan banyak tapi nggak berguna. Rasanya agak berlebihan memang, tapi itu semua biar nggak kedinginan nanti pas diatas.
Hari H, dari semarang sengaja berangkat pagi biar nggak keujanan, soalnya berdasarkan ramalan cuaca, jam 10-11 disana sudah hujan. Dan ternyata ramalannya bener, Jam 10 baru masuk wilayah Kabupaten Boyolali, langit sudah mendung. Biar pas nyampe basecamp nggak keujanan, kami putuskan untuk mencari jalur tersingkat menggunakan Google Maps.
Kamipun berhasil menemukan rute tersingkat menuju Selo, basecamp pendakian yang kami pilih. Tapi ternyata menggunakan google maps bukan pilihan yang bijak. Rute yang kami lewati sangat asing, masuk perkampungan, leat bukit-bukit yang naik turun ditambah jalan yang seperti sungai surut. Kamipun menyesal sudah percaya begitusaja dengan Google Maps, jika diukur jaraknya secara geografis memang terlihat jauh lebih singkat daripada harus lewat Ampel ataupun lewat Kota Boyolali.
Saran, jangan percaya begitu saja dengan kemudahan Google maps, Google Maps yanya mengetahui rute tersingkat tapi tidak mengetahui bagaimana kondisi medan, estimasi waktu yang diperkirakan juga hanya estimasi tanpa memperhatikan parameter kemacetan, kondisi jalan, dan ramainya laluintas.
Rintangan tak hanya sebatas itu, motorku juga mengalami sedikit trouble, setelan suspense belakang yang di setting untuk satu orang atau dua orang tanpa beban tambahan ( terlalu empuk) mengakibatkan ban belakang beradu dengan bodi motor. Melewati medan berbatu seperti itu dan setelan suspense yang empuk sudah mutlak arm belakang motor bakal berayun bebas sampai keluar orbitnya. Sebagi pencegahan untuk dampak yang lebih fatal terpaksa beban belakang dikurangi (yang bonceng turun, jalan kaki) sambal cari rute yang mungkin lebih baik dengan nanya-nanya ke warga local. Tapi sialnya rute ini hanya satu-satunya, kalau mau yang lebih baik harus putar balik. Yang sedikit melegakan, sebentar lagi jalannya udah bagus didepan. Cukup melegakan, tapi medan semakin berat. Berhubung sudah terlanjur mau gimana lagi tetep lanjut, mutar balik juga bukan pilihan yang baik.
Setelah melakukan perjalanan dengan jarak singkat namun terasa sangat jauh akhirnya kami tiba di Selo.   Sebelum ke basecamp kita janjian dulu di sebuah masjid di samping polsek Selo, sengaja janjian di tempat ini biar nggak ribet, biar kalo ada logistic yang kurang bisa di beli di pasar atau toko dulu. Pas nyampe di lokasi janjian trnyata mereka udah nyampe duluan, wajar memang secara Jogja - Selo lebih deket dan lebih mudah di akses daripada Semarang Selo.
Abis sholat dzuhur kami langsung menuju ke basecamp pendakian, ternyata Selo ada jalur baru, setelah berdiskusi sebentar kami memutuskan untuk mencoba jalur baru. Karena jalur lama cukup membosankan untukku. Lokasi basecamp baru dan basecamp lama tidak terlalu jauh. Jalur basecamp ini sebenarnya searah dengan jalur ke bukit Selo. Setelah registrasi, sedikit pemanasan dan berdoa kami langsung gass aja.
Kalo dari tracknya sebenernya nggak terlalu beda jauh dengan track selo yang jalur lama, tapi katanya disini lebi singkat. Awal traking disuguhi oleh pemandangan lembah merapi merbabu yang cukup indah, kanan kirinya pperkebunan tembakau, dari sini kecamatan selo terlihat dengan jelas. Sedikit berbeda dengan jalur lama yang baru masuk langsung disuguhi hutan pinus. Kalo disuruh milih aku lebih suka trak yang hutan pinus soalnya lebih adem dan menenangkan.
Pas kami kesana kebeneran pas ada acara gasstrak nasional jadi gak ramai degan motor-motor cross yang bikin ngiri. Kami juga harus menepi ketika para crosser melintas, cukup merepotkan memang tapi taka pa demi kenyamanan bersama.
Dari basecamp tracknya naik-naik terus, kondisi jalan juga berubah dari jalan beton menjadi jalan tanah. Kabut mulai turun ketika baru sampe di Bukit Selo, turunyya kabut biasanya pertanda akan hujan. Berhubung belum hujan jadi tetep lanjut. Hujan tiba tiba datang dengan deras setelah beberapa meter memasuki hutan pinus. Ramalan cuacanya tepat, di atas jam 12, Selo akan diguyur hujan. Tidak masalah dengan hujan, aku sudah mempersiapkan diri ketika menghadapinya.
Aku dan temenku dari semarang tidak terlalu kwalahan dengan datangnya hujan. Tapi temen baru yang barusaja kami kenal cukup kwalahan menghadapi hujan, maklum ini mungkin pendakian pertamanya. Dia salah bawa ponco, yang dia bawa ponco motor model baju, memang akan melindungi diri dari hujan, tapi bagaimana dengan barang bawaan. Cover bag takkan cukup melindungi barang bawaan. Untung saja aku bawa ponco cadangan buat melindungi carier yang dia bawa. Problem solved.
Karena hujan trlalu deras kami memutuskan untuk intirahat dulu, sambil menunggu hujan agak reda. Kami membuat bifak darurat menggunakan ponco, sambal menikmai biscuit dan memper akrab suasana. Daritadi jalan dan sedikit ngobrol-ngobrol sebenernya kami belum terlalu kenal dengan anggota baru ini.
Oh ya belum dikenalin, temenku yang dari Semarang namanya Iqbal, meski badannya kecil tapi ototnya otot kuli. Kalo dikasih barang bawaan yang berlebih nggak masalah buat dia ha.ha
Temen SMA ku yang dari Jogja namanya Dilah, meski badannya kecil tapi otaknya besar.
Temennya Dilah namanya Tris, meski baru pertama muncak bareng tapi sepertinya dia cukup tangguh.
kiri ke kanan. Dilah, Iqbal, Tris


Hujan agak mereda, kemudian kami melanjutkan perjalanan. Medan yang dilalui semakin berat, jalan tanah berpasir, kadang berlumpur, sering juga harus merangkak melewati tanjakan-tanjakan curam yang licin terkena air. Rasanya kaki semakin berat untuk melangkah, beban yang dibawa dipindak juga terasa semakin berat. Namun ternyata si Tris yang keliatan baru pertama naik gunung memiliki fisik yang kuat. Ketika yang lain kelahan dia masih jalan terus dan memimpin perjalanan. Si Dilah yang dulu pas naik Sumbing fisiknya cukup kuat ternyata dia tak sekuat waktu itu, berkali kali minta istirahat. Begitupun aku, gara-gara udah jarang olahraga fisik jadi semakin lemah.

Iqbal : gass gan...

Oh ya belum dikenalin, temenku yang dari semarang namanya Iqbal, temen SMA ku yang dari jogja namanya dilah dan temennya namanya tris. Aku Iqbal dan dilah sebenernya pernah mendaki bareng dan sudah saling kenal. Tapi buat tris karena dia orang baru kalo ngobrol kadang kurang nyambung.
Hujan agak mereda, kemudian kami melanjutkan perjalanan.medan yang dilalui semakin berat, jalan tanah yang naik cukup berat untuk dilewati dengan membawa beban berat. Namun ternyata si tris yang keliatan baru pertama naik gunung memiliki fisik yang kuat. Ketika yang lain kelahan dia masih jalan terus dan memimpin perjalanan. Si dilah yang dulu pas daki sumbing fisiknya cukup kuat ternyata dia tak sekuat waktu itu, berkali kali minta istirahat. Ya nggak apa sih daripada dipaksakan nanti malah merepotkan.
Hujan terus menemani sampai lokasi camp yang berada di padang edelweiss sebelum watuprau. Lokasi camp ini pemandangannya cukup bagus dan ideal. Soalnya pohon edelweisnya tidak terlalu tinggi dan juga tidak terlalu rapat. Sehingga kami bisa mendirikan tenda di sela-sela pepohonan untuk berlindung dari angin gunung yang dingin.selesai bangun tenda hujan reda, menyisakan kabut tipis nan lembut. Meski dingin tapi senja di tempai ini tak boleh dilewatkan begitu saja. 


Senja di kala itu
Tenda kami, dibawah naungan Bunga Abadi
Si Edelweiss yang mempesona, istimewa namun tidak boleh memetiknya
Tracklog nya
Statistik pendakian, maapkeun jalan sama berhenti lama berhentinya

Untuk cerita selanjutnya nanti lanjut di part 2, udah hampir jam 1 malem mau bobo dulu. 

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »